Tuesday, January 23, 2018

CARUBAN NAGARI (Bagian 3)


NAGARI WANAGIRI dan KERATUAN SINGHAPURA
 
P.S. Salendraningrat dari keraton keprabonan pernah mengungkapkan bahwa pada abad XIV pernah ada sebuah nagari yang wilayahnya cukup besar. Mungkin seluas Kabupaten Cirebon kalau sekarang. Nagari itu bernama Wanagiri. Nagari Wanagiri kemungkinan ber Ibu Kota di Girinata. Kalau dilihat di peta sekarang kedua nama itu terletak di Kecamatan Palimanan. Wanagiri dan Girinata sekarang menjadi sebuah nama Desa. Raja yang tecatat namanya hanya Ki Gedheng Kasmaya. Ki Gedheng Kasmaya adalah putra dari Rakean Bunisora atau Mangkubumi Suradipati. Dia menjabat sebagai caretaker dari Kerajaan Galuh. Setelah kakaknya Prabu Linggahyang gugur di bubat. Rakyan Bunisora menjadi pejabat di Kerajaan Galuh, karena Pangeran Wastu kencana sebagai putra mahkota masih kecil.
Setelah Ki Gedheng Kasmaya wafat, Kerajaan Nagari Wanagiri terpecah menjadi Nagari. Nagari yang lebih kecil. Tidak jelas alasan dari keterpecahan tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Sunardjo, R.H. Unang, “Tidak diketahui dengan jelas dari sumber-sumber sejarah yang ada maupun dari keterangan lain tentang bagaimana prosesnya dan sebab-sebabnya sehingga negari besar ini terpecah-pecah menjadi nagari kecil-kecil yang dipimpin oleh ki gedeng-ki gedeng dan prabu-prabu yang kemudian tunduk pada Kerajaan Galuh.” (Sunardjo 1983; 11).
Purwaka Caruban Nagari juga memberitakan tentang adanya nagari-nagari tersebut, yaitu :
1. Nagari Surantaka : Nagari ini dipimpin oleh Ki Gedheng atau Ki Gedheng Surawijaya  Sakti, putra dari Prabu Niskala  Wastu Kancana. Nagari ini terletak di Desa Surakarta ( Surantaka ) sekarang, kemungkinan Ibu Kotanya berada di Desa Kraton.
2. Nagari Singapura : Nagari ini dipimpin oleh Ki Gedheng Tapa atau Ki Jumajan Jati. Ki Gedheng Tapa adalah adik sepupu dari Ki Gedheng Surawijaya Sakti. Ki Gedheng Tapa menjadi Raja Singapura, dan memindahkan Ibu Kota nya ke Mertasinga.
3. Nagari Japura : Nagari Japura berada di wilayah kecamatan Astana Japura sekarang. Dipimpin oleh Raden Panji Wirajaya atau dikenal dengan julukan Prabu Amuk Marugul.
4. Nagari Rajagaluh : Nagari ini dipimpin oleh Prabu Cakraningrat atau Pangeran Jayaningrat. Nama Rajagaluh sekarang diabadikan menjadi nama Kecamatan di Kabupaten Majalengka.
5. Nagari Talaga : Nagari Talaga terletak di Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka. Rajanya yang terkenal adalah Prabu Pucak Umun.
Nagari-nagari tersebut tidak banyak meninggalkan catatan. Nagari Rajagaluh berakhir pada sekitar Tahun 1528. Nagari tersebut dihapuskan keberadaannya oleh Kerajaan Cirebon pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Pada waktu yang hampir bersamaan Kerajaan Talaga juga ikut bergabung dengan Kerajaan Cirebon. Arya Salingsingan diangkat menjadi adipati Talaga pertama, maka berakhir pulalah riwayat kedaulatan Nagari Talaga.
Diantara nagari-nagari lain sebelum Cirebon, maka Singapuralah nagari yang paling banyak meninggalkan catatan. Singapura adalah gabungan dari nagari Surantaka dan Japura. Nagari Japura ditaklukan oleh Singapura pada masa pemerintahan Ki Ageng Tapa. Pasukan Singapura dipimpin oleh Pangeran Jaya Dewata. Pangeran Jaya Dewata adalah menantu sekaligus masih ponakan dari Ki Ageng Tapa. Pasukan Japura yang dipimpin oleh Prabu Amuk Marugul dapat dikalahkan oleh pasukan Singapura. Kemudian Nagari Japura digabungkan dengan Singapura pada sekitar tahun 1422 M.
Sumber lain mengatakan bahwa Japura bergabung dengan Singapura setelah Prabu Amuk Marugul dapat  ditaklukan oleh Pangeran Jaya Dewata dalam sebuah swayemwara (sayembara). Sayembara itu untuk memperebutkan putri Ki Gedheng Tapa yang bernama Nyai Subang Kranjang. Setelah menikah Nyai Subang Kranjang diboyong ke Pakuan Pajajaran.
Prestasi paling gemilang yang membuat Kerajaan Singapura tercatat dalam tinta emas sejarah adalah singgahnya armada pelayaran besar Cheng Hwa. Kunjungan Cheng Hwa ke Kerajaan Singapura itu terjadi sekitar tahun 1405-1422 M. Berita kedatangan Laksamana Cheng Hwa juga dicatat oleh Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN).[1] Naskah CPCN sendiri ditulis oleh Pangeran Arya Carbon Kararangen Raja Giyanti.
Diceritakan bahwa arti penting dari kunjuungan Cheng Hwa selama tujuh hari tujuh malam itu adalah :
1.      Kedatangan Syeikh Hasanudin bin Yusuf Shidik . Syeikh Hasanudin adalah seorang wali yang mengajarkan Al-Qur’an, sehingga dijuluki dengan nama Syeikh Kuro. Syeikh Kuro kemudian menetap di Pulau Kelapa Karawang. Salah seorang santri dari Syeikh Kuro nantinya adalah Nyai Subang Kranjang.
2.      Salah seorang sekretaris dari Cheng Hwa yang bernama Ma Huan atau  Dampu Awang (Tan Pu Awang) menikahi Nyai Rara Rudra. Nyai Rara Rudra adalah adik Ki Ageng Tapa. Kedua pasangan ini kemudian menetap di Singapura. Dampu Awang kemudian namanya terkenal sebagai pedagang kaya raya yang dermawan.
3.      Armada Cheng Hwa membeli komoditi hasil bumi dari Singapura, yang berupa rempah-rempah, beras tuton,[2] garam terasi, air bersih, gula dan kopi.
4.      Sementara komoditi dari Tiongkok yang dipasarkan di Singapura adalah kain sutra, gerabah, keramik, guci dan bokor dari kuningan. Di pedalaman jalur Bengawan Celancang menuju sungai Jamblang ada sentra kerajinan gerabah yang disebut Desa Sitiwinagan. Disini banyak sekali ditemukan motif pengaruh Tiongkok.
5.      Pembuatan mercusuar untuk meningkatkan pelayanan pelabuhan. Ki Ageng Tapa meminta kepada Cheng Hwa untuk membuatkan mercusuar. Lokasi didirikannya mercusuar itu sendiri sampai sekarang masih terjadi perdebatan. Ada yang berpendapat di Gunung Semar (watu Siplanggang), ada juga yang berpendapat di sekitar desa muara. Issue yang sekarang beredar ada di sekitar pantai Jatimerta. Setelah dibangun mercusuar di Pelabuhan Muarajati peningkatan pelayanan terhadap kapal yang singgah makin membaik. Kapal-kapal dagang dari mancanegraa makin ramai mengunjungi pelabungan Singapura. Berita perkembangan pelabuhan Muarajati disampaikan oleh Tome Pires seorang musafir Portugis yang berkunjung ke Cirebon tahun 1513 M.[3] Tome Pires menggambarkan kota Cirebon sebagai berikut :
“The land of Cherimon is next to Sunda…. This Cherimon has good port junks there. This place cherimon is about three leagues up the rivers; Junks can go in there” (Cortesao <Ed>; 183).
Sungai yang dimaksud oleh Tome Pires tentunya adalah sungai Bengawan Celangcang[4] dan sungai Gangga (Kriyan). Begitupula dengan sungai Cisanggarung yang dapat dimasuki perahu sampai ke Kuningan. Kemudian di sebelah utara ada sungai Cimanuk yang dapat dimasuki perahu sampai ke pedalaman Sumedang.
6.      Perbaikan kondisi kapal di Kerajaan Singapura pada saat itu terkenal memiliki hutan jati yang bagus-bagus. Selama persinggahannya di Singapura dimanfaatkan pula untuk memperbaiki kapal dan perahu-perahu yang rusak. Komoditi kayu jati  Singapura juga menjadi salah satu yang menarik perhatian Cheng Hwa. Keunggulan komoditi kayu jati Singapura juga diberitakan oleh Tome Pires.[5]
       “This Cherimon has good port… it has a great deal of rice and abundant of foodstuffs. This place has better wood for making junks than anywhere else in Java. Although there is not much wood in the whole of Java.”
Kunjungan muhibah pelayaran  agung Cheng Hwa ke Kerajaan Singapura telah berlalu 601 tahun. Nama Singapura sendiri telah berubah menjadi Kerajaan Cirebon. Bahkan Cirebon sendiri sekarang hanya merupakan wilayah kabupaten dan kota. Namun, kunjungan Cheng Hwa telah memberikan arti yang sangat besar bagi perkembangan fisik dan spiritual masyarakat Cirebon bahkan Nusantara. Warisan paling berharga tentunya adalah agama Islam. Islam menjadi agama mayoritas di Nusantara ini. Sebagaimana juga dikatakan oleh Habibi,[6] Hadiah terbesar bangsa Cina ke Indonesia adalah Islam.”(Ceramah di masjid Lautze, jumat, 29-8-20016 )
Warisan lain dari Cheng Hwa adalah seni arsitektur. Hampir di seluruh bangunan sakral yang berada di Cirebon, baik berupa Kraton, tempat ibadah dan situs bersejarah selalu ada dekorasi keramik. Dekorasi keramik selalu muncul di bagian interior maupun eksterior bangunan. Contohnya bisa dilihat di Masjid Dog jumeneng Astana Gunung Sembung, masjid Pasiraga Depok, masjid Trusmi, masjid Kebagusan, masjid Gamel, masjid Pekalangan, masjid Kaliwulu, masjid Jagabayan, masjid Kraton Kanoman dan masjid Negara Sang Ciptarasa.
Di bangunan situs juga dekorasi keramik selalu muncul, seperti di Astana Nurgiri Ciptarengga, Astana Amparajati, Astana Gobed,[7] Astana Garib,[8] situs Lawang Gede dan situs taman air gua Sunyaragi. dekorasi keramik juga selalu muncul di rumah-rumah keluarga bangsawan cirebon.
Pengaruh lainnya bisa dilihat dalam bentuk kerajinan batik, kerajinan ukir kayu, seni tatah dan sungging wayang kulit ,serta kerajinan gerabah. Dalam seni pertunjukan juga pengaruh dari motif Tionghoa ada, seperti dalam Topeng ada tokoh Tionghoa yang bernama Senting Praya dan Babah Bunjaladria. Kain yang digunakan sebagai kerodong adalah selendang juwana bermotif burung hong dari motik Lok Can (sutra biru).
Bukti-bukti lain dari kunjungan Cheng Hwa ke Kerajaan Singapura adalah adanya situs-situs arkeologi dan fakta-fakta linguistik yang masih bisa ditemukan bekas Keratuan Singapura. Sekarang peninggalan-peninggalan itu dapat kita temui di sekitar Desa Sirnabaya. Dulu nama desanya Singapura. Sekarang nama Singapura masih diabadikan menjadi nama kampung. Desa Mertasinga juga masih menyimpan situs Lawang Gede atau Lawang Siblawong yang dulu merupakan pusat pemerintahannya. Adapun lokasi pelabuhan sendiri sekarang berada di wilayah Desa Purwawinangun, Desa Muara dan Desa Astana. Seluruhnya masuk dalam wilayah kecamatan Gunung Jati.


[1]     Carita Purwaka Caruban Nagari ditulis pada tahun 1720 M berdasarkan naskah yang ditulis oleh Pangeran Wangsakarta. Naskah yang dikutipnya berjudul Pustaka Nagara kertabhumi tahun 1677.
[2]     Beras tuton : Beras yang diperoleh dengan cara menumbuk padi dengan alat tumbuk yang berupa tutu atau alu. Alat tersebut terbuat dari kayu berbentuk bulat memanjang kira-kira 120 cm. Adapun sebagai alasnya bisa mennggunakan lumpang atau lesung.
[3]     Pada tahun 1513 kerajaan Singapura telah berubah nama menjadi kerajaan Cirebon. Pada tahun 1482 Cirebon sudah melepaskan diri dari Pajajaran dan menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.
[4]     Bengawan Celangcang dapat dilayari oleh perahu sampai ke daerah Jamblang. Pada tahun 1481  para pengawal Ong Tien yang diwakili oleh Yo Kie Tjiet meminta ijin mendirikan klenteng di pinggiran sungai Jamblang. Salah satu alasannya adalah lokasi tersebut berada di jalur transportasi utama.
[5]     Cantesao, armando, Loc.cit.
[6]     Prof. Dr. Ing BJ Habibi adalah mantan Presiden ke 3 Republik Indonesia.
[7]     Astana gobed : adalah tempat makbaroh dari Syeikh Siti Jenar.
[8]     Astana garib : adalah tempat makbaroh Syeikh Maulana Magribi.

No comments:

Post a Comment