NAGARI WANAGIRI dan KERATUAN SINGHAPURA
P.S. Salendraningrat dari keraton keprabonan pernah
mengungkapkan bahwa pada abad XIV pernah ada sebuah nagari yang wilayahnya
cukup besar. Mungkin seluas Kabupaten Cirebon kalau sekarang. Nagari itu
bernama Wanagiri. Nagari Wanagiri kemungkinan ber Ibu Kota di Girinata. Kalau
dilihat di peta sekarang kedua nama itu terletak di Kecamatan Palimanan.
Wanagiri dan Girinata sekarang menjadi sebuah nama Desa. Raja yang tecatat
namanya hanya Ki Gedheng
Kasmaya. Ki Gedheng
Kasmaya adalah putra dari Rakean
Bunisora atau Mangkubumi Suradipati.
Dia menjabat sebagai caretaker dari
Kerajaan Galuh.
Setelah kakaknya Prabu Linggahyang gugur
di bubat. Rakyan Bunisora menjadi pejabat di Kerajaan Galuh, karena Pangeran Wastu kencana sebagai putra mahkota masih kecil.
Setelah Ki Gedheng Kasmaya wafat, Kerajaan Nagari
Wanagiri terpecah menjadi Nagari. Nagari yang lebih kecil. Tidak jelas alasan
dari keterpecahan tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Sunardjo, R.H. Unang,
“Tidak diketahui dengan jelas dari sumber-sumber sejarah yang ada maupun dari
keterangan lain tentang bagaimana prosesnya dan sebab-sebabnya sehingga negari
besar ini terpecah-pecah menjadi nagari kecil-kecil yang dipimpin oleh ki
gedeng-ki gedeng dan prabu-prabu yang kemudian tunduk pada Kerajaan Galuh.” (Sunardjo
1983; 11).
Purwaka Caruban Nagari juga
memberitakan tentang adanya nagari-nagari tersebut, yaitu :
1. Nagari Surantaka : Nagari ini
dipimpin oleh Ki Gedheng
atau Ki Gedheng
Surawijaya Sakti, putra dari Prabu Niskala
Wastu Kancana. Nagari ini terletak di Desa Surakarta ( Surantaka ) sekarang, kemungkinan Ibu Kotanya berada di Desa
Kraton.
2. Nagari Singapura : Nagari ini
dipimpin oleh Ki Gedheng
Tapa atau Ki Jumajan Jati. Ki Gedheng
Tapa adalah adik sepupu
dari Ki Gedheng
Surawijaya Sakti. Ki Gedheng
Tapa menjadi Raja Singapura,
dan memindahkan Ibu Kota nya ke Mertasinga.
3. Nagari Japura : Nagari Japura berada
di wilayah kecamatan Astana Japura sekarang. Dipimpin oleh Raden Panji Wirajaya
atau dikenal dengan julukan Prabu Amuk Marugul.
4. Nagari Rajagaluh : Nagari ini
dipimpin oleh Prabu Cakraningrat atau Pangeran Jayaningrat. Nama Rajagaluh
sekarang diabadikan menjadi nama Kecamatan di Kabupaten Majalengka.
5. Nagari Talaga : Nagari Talaga
terletak di Kecamatan Talaga, Kabupaten Majalengka. Rajanya yang terkenal
adalah Prabu Pucak Umun.
Nagari-nagari tersebut tidak banyak
meninggalkan catatan. Nagari Rajagaluh berakhir pada sekitar Tahun 1528. Nagari
tersebut dihapuskan keberadaannya oleh Kerajaan Cirebon pada masa pemerintahan
Sunan Gunung Jati. Pada waktu yang hampir
bersamaan Kerajaan Talaga juga ikut bergabung dengan Kerajaan Cirebon. Arya
Salingsingan diangkat menjadi adipati Talaga pertama, maka berakhir pulalah
riwayat kedaulatan Nagari Talaga.
Diantara nagari-nagari lain sebelum
Cirebon, maka Singapuralah nagari yang paling banyak meninggalkan catatan.
Singapura adalah gabungan dari nagari Surantaka dan Japura. Nagari Japura
ditaklukan oleh Singapura pada masa pemerintahan Ki Ageng Tapa. Pasukan
Singapura dipimpin oleh Pangeran Jaya Dewata. Pangeran Jaya Dewata adalah
menantu sekaligus masih ponakan dari Ki Ageng Tapa. Pasukan Japura yang
dipimpin oleh Prabu Amuk Marugul dapat dikalahkan oleh pasukan Singapura.
Kemudian Nagari Japura digabungkan dengan Singapura pada sekitar tahun 1422 M.
Sumber lain mengatakan bahwa Japura
bergabung dengan Singapura setelah Prabu Amuk Marugul dapat
ditaklukan oleh Pangeran Jaya Dewata dalam sebuah swayemwara (sayembara). Sayembara itu untuk memperebutkan putri Ki Gedheng Tapa yang bernama Nyai Subang
Kranjang. Setelah menikah Nyai Subang Kranjang diboyong ke Pakuan Pajajaran.
Prestasi paling gemilang yang
membuat Kerajaan Singapura tercatat
dalam tinta emas sejarah
adalah singgahnya armada pelayaran besar Cheng Hwa. Kunjungan Cheng Hwa ke
Kerajaan Singapura itu terjadi sekitar tahun 1405-1422 M. Berita kedatangan Laksamana
Cheng Hwa juga dicatat oleh Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN).[1]
Naskah CPCN sendiri ditulis oleh Pangeran Arya Carbon Kararangen Raja Giyanti.
Diceritakan bahwa arti penting dari kunjuungan Cheng
Hwa selama tujuh hari tujuh malam itu adalah :
1. Kedatangan Syeikh Hasanudin bin
Yusuf Shidik . Syeikh Hasanudin adalah seorang wali yang mengajarkan Al-Qur’an,
sehingga dijuluki dengan nama Syeikh Kuro. Syeikh Kuro kemudian menetap di
Pulau Kelapa Karawang. Salah seorang santri dari Syeikh Kuro nantinya adalah Nyai
Subang Kranjang.
2. Salah
seorang sekretaris dari Cheng Hwa yang bernama Ma Huan atau Dampu Awang (Tan Pu Awang) menikahi Nyai Rara
Rudra. Nyai Rara Rudra adalah adik Ki Ageng Tapa. Kedua pasangan ini kemudian
menetap di Singapura. Dampu Awang kemudian namanya terkenal sebagai pedagang
kaya raya yang dermawan.
3. Armada
Cheng Hwa membeli komoditi hasil bumi dari Singapura, yang berupa
rempah-rempah, beras tuton,[2]
garam terasi, air bersih, gula dan kopi.
4. Sementara
komoditi dari Tiongkok yang dipasarkan di Singapura adalah kain sutra, gerabah,
keramik, guci dan bokor dari kuningan. Di pedalaman jalur Bengawan Celancang menuju sungai Jamblang
ada sentra kerajinan gerabah yang disebut Desa Sitiwinagan. Disini banyak
sekali ditemukan motif pengaruh Tiongkok.
5. Pembuatan
mercusuar untuk meningkatkan pelayanan pelabuhan. Ki Ageng Tapa meminta kepada Cheng Hwa untuk
membuatkan mercusuar. Lokasi didirikannya mercusuar itu sendiri sampai sekarang
masih terjadi perdebatan. Ada yang berpendapat di Gunung Semar (watu Siplanggang), ada juga yang berpendapat
di sekitar desa muara. Issue yang sekarang beredar ada di sekitar pantai
Jatimerta. Setelah dibangun mercusuar di Pelabuhan Muarajati peningkatan
pelayanan terhadap kapal yang singgah makin membaik. Kapal-kapal dagang dari mancanegraa
makin ramai mengunjungi pelabungan Singapura. Berita perkembangan pelabuhan
Muarajati disampaikan oleh Tome Pires seorang musafir Portugis yang berkunjung
ke Cirebon tahun 1513 M.[3]
Tome Pires menggambarkan kota Cirebon sebagai berikut :
“The land of Cherimon
is next
to Sunda…. This Cherimon has good port junks there. This place cherimon is
about three leagues up the rivers; Junks can go in there” (Cortesao <Ed>; 183).
Sungai
yang dimaksud oleh Tome Pires tentunya adalah sungai Bengawan Celangcang[4]
dan sungai Gangga (Kriyan). Begitupula dengan sungai Cisanggarung yang dapat
dimasuki perahu sampai ke Kuningan. Kemudian di sebelah utara ada sungai
Cimanuk yang dapat dimasuki perahu sampai ke pedalaman Sumedang.
6.
Perbaikan kondisi kapal di Kerajaan Singapura
pada saat itu terkenal memiliki hutan jati yang bagus-bagus. Selama
persinggahannya di Singapura dimanfaatkan pula untuk memperbaiki kapal dan
perahu-perahu yang rusak. Komoditi kayu jati
Singapura juga menjadi salah satu yang menarik perhatian Cheng Hwa.
Keunggulan komoditi kayu jati Singapura juga diberitakan oleh Tome Pires.[5]
“This Cherimon has good port… it has a great deal of rice and
abundant of foodstuffs. This place has better wood for making junks than
anywhere else in Java. Although there is not much wood in the whole of Java.”
Kunjungan muhibah pelayaran agung Cheng Hwa ke Kerajaan Singapura telah
berlalu 601 tahun. Nama Singapura sendiri telah berubah menjadi Kerajaan
Cirebon. Bahkan Cirebon sendiri sekarang hanya merupakan wilayah kabupaten dan
kota. Namun, kunjungan Cheng Hwa telah memberikan arti yang sangat besar bagi
perkembangan fisik dan spiritual masyarakat
Cirebon bahkan Nusantara. Warisan paling berharga tentunya adalah agama Islam. Islam menjadi agama mayoritas di
Nusantara ini. Sebagaimana juga dikatakan oleh Habibi,[6] “ Hadiah terbesar bangsa Cina ke Indonesia adalah Islam.”(Ceramah di masjid Lautze, jumat, 29-8-20016 )
Warisan lain dari Cheng Hwa adalah seni arsitektur.
Hampir di seluruh bangunan sakral
yang berada di Cirebon, baik berupa Kraton, tempat ibadah dan situs bersejarah
selalu ada dekorasi keramik. Dekorasi keramik selalu muncul di bagian interior
maupun eksterior bangunan.
Contohnya bisa dilihat di Masjid Dog jumeneng
Astana Gunung Sembung, masjid Pasiraga Depok, masjid Trusmi, masjid Kebagusan,
masjid Gamel, masjid Pekalangan, masjid Kaliwulu, masjid Jagabayan, masjid
Kraton Kanoman dan masjid Negara Sang Ciptarasa.
Di bangunan situs juga dekorasi keramik selalu
muncul, seperti di Astana
Nurgiri Ciptarengga, Astana Amparajati, Astana Gobed,[7] Astana Garib,[8]
situs Lawang Gede dan situs taman air gua Sunyaragi. dekorasi keramik juga selalu
muncul di rumah-rumah keluarga bangsawan cirebon.
Pengaruh lainnya bisa dilihat dalam bentuk kerajinan
batik, kerajinan ukir kayu, seni tatah dan sungging wayang kulit ,serta kerajinan gerabah. Dalam seni
pertunjukan juga pengaruh dari motif Tionghoa ada, seperti dalam Topeng ada
tokoh Tionghoa
yang bernama Senting Praya dan Babah Bunjaladria. Kain yang digunakan sebagai
kerodong adalah selendang juwana bermotif burung hong dari motik Lok Can (sutra biru).
Bukti-bukti lain dari kunjungan Cheng Hwa ke
Kerajaan Singapura adalah adanya situs-situs arkeologi dan fakta-fakta
linguistik yang masih bisa ditemukan bekas Keratuan Singapura. Sekarang
peninggalan-peninggalan itu dapat kita temui di sekitar Desa Sirnabaya. Dulu
nama desanya Singapura. Sekarang nama Singapura masih diabadikan menjadi nama
kampung. Desa
Mertasinga juga masih menyimpan situs Lawang
Gede atau Lawang Siblawong yang dulu merupakan pusat
pemerintahannya. Adapun lokasi pelabuhan sendiri sekarang berada di wilayah
Desa Purwawinangun, Desa Muara
dan Desa Astana. Seluruhnya masuk dalam wilayah kecamatan Gunung Jati.
[1] Carita
Purwaka Caruban Nagari ditulis pada tahun 1720 M berdasarkan naskah yang
ditulis oleh Pangeran Wangsakarta. Naskah yang dikutipnya berjudul Pustaka
Nagara kertabhumi tahun 1677.
[2] Beras
tuton : Beras yang diperoleh dengan cara menumbuk padi dengan alat tumbuk yang
berupa tutu atau alu. Alat tersebut terbuat dari kayu berbentuk bulat memanjang
kira-kira 120 cm. Adapun sebagai alasnya bisa mennggunakan lumpang atau lesung.
[3] Pada tahun 1513 kerajaan Singapura telah berubah
nama menjadi kerajaan Cirebon. Pada tahun 1482 Cirebon sudah melepaskan diri
dari Pajajaran dan menjadi kerajaan yang berdaulat penuh.
[4] Bengawan
Celangcang dapat dilayari oleh perahu sampai ke daerah Jamblang. Pada tahun
1481 para pengawal Ong Tien yang
diwakili oleh Yo Kie Tjiet meminta ijin mendirikan klenteng di pinggiran sungai
Jamblang. Salah satu alasannya adalah lokasi tersebut berada di jalur
transportasi utama.
[6] Prof.
Dr. Ing BJ Habibi adalah mantan Presiden ke 3 Republik Indonesia.
[7] Astana
gobed : adalah tempat makbaroh dari Syeikh Siti Jenar.
[8] Astana
garib : adalah tempat makbaroh Syeikh Maulana Magribi.
No comments:
Post a Comment