Bengawan
Celancang dan Keratuan Singhapura
Menurut kepercayaan dan tradisi lisan di Desa
Sirnabaya dan Mertasinga, Keratuan Singhapura didirikan oleh Pangeran
Surawijaya Sakti, sosok yang masih diperdebatkan identitasnya.
Pendapat masyarakat setempat Pangeran Surawijaya Sakti
adalah Maulana Ishak. Namun jika di konversi tahun hidupnya Maulana Ishak ayah
Sunan Giri tentu tidak ketemu, karena Maulana Ishak sejaman dengan Pangeran
Cakrabuana cucu KI
Gedheng Tapa.
TD. Sujana berpendapat bahwa Pangeran Surawijaya Sakti
adalah putra Prabu Wastu Kencana, sebagaimana dikatakan dalam makalah
“Pelabuhan Cirebon Dahulu dan Sekarang”.
Berpendapat “Baik juru
labuhan I maupun II semuanya anak Sang Prabu Wastu Kencana (Maharaja Sunda dan
Galuh). (Sujana, TD, 1997, 210). Namun pendapat Sujana ini tidak diperkuat oleh
silsilah yang berasal dari manuskrip kuno.
Pendapat yang hampir mirip disampaikan oleh Sunardjo,
RH Unang, “Nagari Singapura dipimpin Penguasa bernama Ki Gedeng Surawijaya
Sakti saudara Ki Gedeng Sedhang Kasih, saudara Prabu Anggalarang dari Galuh“ (Sunardjo,1983,15)
Sunardjo membedakan Ki Gedeng Surawijaya Sakti dengan
Ki Gedeng Sedhang Kasih, sementara CPCN mengidentikkan keduanya, Ki Gedeng
Sedhang Kasih adalah nama lain Ki Gedeng Surawijaya Sakti, memperjelas hubungan
kekerabatan Pangeran Jayadewata (Prabu Siliwangi) dengan Ki Gedeng Surawijaya
Sakti (Ki Gedeng Sedhang Kasih).
Berikut petikan naskah CPCN:
“Kala rar (y) e
sang kathong yata raden menah rarasa ngaranira / sinangaskara dengan uwanira
sang juru labuhan yatika ki gedheng sedhangkasih” (Acha,1986, 117)
Pada masa anak-anak, sang kathong bernama Raden
Manah Rarasa, dipelihara oleh Uwaknya juru Labuhan, Ki Gedheng Sedhangkasih
(acha, 1986, 155).
Untuk memperjelas siapa Ki Gedheng Sedhangkasih atau
Pangeran Suwawijaya Sakti lihat Silsilah dibawah ini :
Pangeran Surawijaya Sakti diberi tugas ayahnya, Prabu
Niskala Wastu Kencana membuka gerbang Kerajaan Galuh di wilayah pesisir utara
bagian timur wilayah Tatar Sunda. Melihat titimangsa Prabu Niskala Wastu
Kencana, perintah itu diberikan sekitar 1373 M, kemungkinan Pangeran Surawijaya
Sakti melakukan survey di beberapa jalur sungai besar di wilayah itu.
Melihat Toponimi
sungai-sungai yang memiliki kapasitas pelabuhan pilihannya adalah sebagai berikut
:
1)
Bengawan Cimanuk,
2)
Bengawan Sewo,
3)
Bengawan Celangcang
Diantara ketiganya, Sungai Cimanuklah yang paling
panjang jangkauannya sampai kepedalamannya.
Sungai Bengawan Sewo hampir sama jangkauan ke
pedalamannya seperti Bengawan Celancang, namun keunggulan Bengawan Celangcang
didukung oleh geografis lokasinya, berada di wilayah teluk, terlindung gangguan alam, ombak dan arus.
Faktor-faktor yang
tidak dimiliki ngawan Sewo dan Bengawan Cimanuk.
Pangeran Surawijaya Sakti didampingi Nyi mas Endang Saketi
dan para pengawalnya membabad hutan Wanapura, pohon-pohon disekitar Bengawan
Celangcang dibabad.
Pada awalnya lokasi yang dipilihnya adalah lokasi sebelah utara sungai, yang sekarang disebut Surantaka,
sekarang Desa Surakarta, pusat pemerintahan yang sekarang Desa
Kraton.
Pangeran Surawijaya Sakti juga membangun
fasilitas-fasilitas pelayanan pelabuhan antara lain :
1)
Bale Lebu,
2)
Bale Dalem,
3)
Bale Agung.
Diangtkat pejabat-pejabat yang mengurusi pelabuhan, antara lain :
1)
Ki Jaksa,
2)
Ki Sukmadata (Pangeran Sukmadata),
3)
Ki Pandu,
4)
Ki Alap-alap,
5)
Ki Ilir.
Pangeran Surawijaya Sakti diberi gelar ayahnya, Prabu Niskala
Wastu Kancana dengan nama Ki Gedheng Sedhang Kasih, yang membangun istana untuk
dia dan istrinya, disebelah utara sungai, disebut Desa Keraton sampai saat ini.
Masyarakat Desa Sirnabaya merasa tidak sopan jika
memanggil Ki Gedheng Sedhang Kasih dengan namanya, mereka memanggilnya dengan
sebutan Bapo Gede (Kakek) dan panggilan Nyai
Endang Saketi adalah Mbok Gede (Nenek).
Keberadaan Pelabuhan Muara Jati didukung daerah
produsen di
pedalaman. Orang yang ditugasi Prabu Niskala Wastu
Kencana untuk mengelola kawasan Hinterland
adalah Pangeran Giri Dewata, dikenal dengan
nama Ki Gedheng Kasmaya, wilayahnya pedalaman, Kecamatan Talun, Kecamatan
Plumbon dan Kecamatan Palimanan,
Nagarinya dikenal dengan nama Nagari Wanagiri, ‘’Wana’’ berarti hutan dan ‘’giri’’ berarti gunung atau dataran
tinggi. Kemungkinan pusat pemerintahannya didaerah Girinata, ‘’Giri’’ artinya gunung atau dataran
tinggi, sedangkan’’ nata’’ berarti
Raja atau Ratu, jadi Girinata berarti Dataran Tinggi Tempatnya Raja.
Kerajaan Wanagiri subur tanahnya, banyak komoditi yang
dihasilkan seperti beras, rempah-rempah, gula , kopi, cengkeh dan lain-lain.
Produk-produk yang dihasilkan Wanagiri dan Pedalaman Galuh, Rajagaluh dan Talaga dipasarkan lewat Sungai Gangga, Sungai Kriyan dan Bengawan Celangcang. Kedua sungai itu menghubungkan
kawasan pegunungan dengan pesisir.
Tokoh yang menjembatani keluar masuknya produk-produk
kerajaan di pedalaman adalah Pangeran Bratalegawa, saudagar yang piawai
memasarkan barang-barang dari pegunungan ke pesisir, juga eksportir dan importir, yang banyak mengundang
saudagar-saudagar asing berkunjung ke Pelabuhan Muarajati.
Bratalegawa adalah orang Galuh, adik Ki Ageng Kasmaya.
Bratalegawa memiliki sahabat yang juga rekan bisnisnya, Muhammad dari Gujarat,
yang memperkenalkan Islam kepadanya.
Bratalegawa menikahi putri Muhamad yang bernama
Farhana binti Muhammad. Keislaman Bratalegawa semakin mantap dengan
disempurnakanna rukun Islam, berhaji bersama istrinya Farhana binti Muhammad.
Bratalegawa memperoleh gelar haji Purwa Galuh atau
orang Galuh pertama yang menunaikan ibadah haji.
Sepulang haji,
mengajak keluarganya dan kerabatnya memeluk agama islam, adalah :
1)
Ratu Banowati, adiknya namun menolak,
2)
Ki Gedheng kasmaya, kakaknya juga menolak,
3)
Ki Gedheng Sedhang Kasih, juga menolak
Kegagalan dakwah Bratalegawa tidak menyurutkan
hubungan keluarga, tetap rukun dan saling membantu.
Pernikahan Bratalegawa dengan Farhana binti Muhammad
memperoleh putra yang beri nama Ahmad,
setelah dewasa dinikahkan dengan anak rekan bisnisnya Roqayah binti Abdullah, menurunkan putri yang bernama Khadijah.
Hubungan bisnis dan kekerabatan antar bangsa yang
dijalin dengan pernikahan, menyemarakan
perdagangan di Pelabuhan Muarajati. Pedagang-pedagang Arab, India dan Tiongkok
makin banyak yang berkunjung ke Pelabuhan Muarajati.
Silsilah
Bratalegawa dan Ki Gedheng Tapa
b.1 Ki Gedheng Tapa
Ki Gedheng Tapa adalah putra dari Ki Gedheng Kasmaya
Raja Wanagiri, menjabat sebagai Raja Singapura setelah Ki Gedheng Sedhang Kasih
atau Ki Gedheng Surawijaya Sakti wafat.
Pernikahan Ki Gedheng Sedhang Kasih dengan Nyai Endang
Saketi tidak menurunkan putra, jadi jabatan Syah Bandar Muarajati dan pemimpin
pesisir timur tatar sunda diserahkan kepadanya.
Hubungan kekerabatan Ki Gedheng Tapa dengan Ki Gedheng
Sedhang Kasih berasal dari ayahnya, Ki Gedheng Kasmaya, adalah adik sepupu dari
Prabu Niskala Wastu Kancana, ayah Ki Gedheng Sedhang Kasih.
Ki Gedheng Tapa sudah memeluk agama Islam, dibuktikan
dari bentuk batu nisan kuburannya. Mengenal Islam
dari Haji Baharudin Al Jawi, pamannya.
Istri Ki Gedheng Tapa keturunan Arab bernama Siti
Syarifah, karena koneksi bisnis haji Baharudin Al Jawi dengan pedagang Arab.
Versi lain mengatakan bahwa istri Ki Gedheng Tapa adalah Syarifah Halimah, kerabat dekat Syeikh
Idhofi Mahdi.
Pada awal pemerintahan Ki Gedheng Tapa membangun
infrastruktur berupa:
1)
Jalan menuju Pasar
Pasambangan Jati,
2)
Kanal Condong menuju Sungai Pekik,
3)
Kanal Cipalasa menuju Sungai Bondet,
4)
Jalan Budiraja menuju istana di Mertasinga.
Pembangunan jalan darat menuju Pasar Pasambangan Jati agar perjalanan dari Singhapura menuju Pasar makin
mudah.
Sedangkan pembuatan Kanal Condong menuju Kali Pekik memudahkan
pedagang yang akan menuju Pasar Pasambangan
Jati melalui jalur laut, juga para pedagang dari manca (Luar negeri) bisa
langsung mengakses ke Pasar Pasambangan Jati.
Masyarakat setempat menyebut kanal penghubung menuju Sungai Pekik dengan nama Parit. Blok atau kampung yang dilalui kanal
Condong disebut Blok Parit. Fungsi Kanal Condong memudahkan mengontrol kawasan
ini.
Ki Gedheng Tapa memerintahkan rakyatnya membabad hutan
Mertapura untuk
membangun istana keluarganya. Juga membangun Kuta (Tembok keliling) untuk membentengi istana
Mertasinga. Setelah pembangunan kuta selesai, saluran Bondet dibuat sodetan
yang mengelilingi istana, dinamakan Cipalasa.
‘’Ci’’
artinya air atau sungai atau kanal, ‘’palasa’’
berarti istana, Cipalasa atau Sipalasa adalah kanal yang mengelilingi istana.
Akses jalan khusus menuju pusat pemerintahan dibuat,
disebut jalan Budiraja, membentang dari Pelabuhan Bengawan Celancang menuju
Gerbang Siti Hinggil di Lawang Gede Siblawang. Di kanan kiri Jalan Budiraja
dibuat alun-alun yang luas, dari Blok Pabean hingga Kanal Sipalasa.
Pemukiman penduduk dialokasikan disebelah barat
alun-alun dan Kanal sebelah timur.
Ki Gedheng Tapa tetap memfungsikan pejabat-pejabat
yang diangkat oleh Ki Gedheng Sedhang Kasih. Hanya di Kanal Condong dia
mengangkat seorang perempuan yang bertugas untuk mengurusi pengangkutan barang,
dikenal dengan nama Nyai Rinjing.
Dengan dilengkapinya infrastruktur dan fasilitas
pelayanan publik yang lebih memadai, perkembangan pelabuhan yang memiliki dua
gerbang yaitu Bengawan Celangcang untuk urusan pemerintahan dan Kanal Condong
untuk perdagangan.
(bersambung ..... )
No comments:
Post a Comment