Wednesday, January 17, 2018

CARUBAN NAGARI (Bagian 2)


Bengawan Celancang dan Keratuan Singhapura 
 
Menurut kepercayaan dan tradisi lisan di Desa Sirnabaya dan Mertasinga, Keratuan Singhapura didirikan oleh Pangeran Surawijaya Sakti, sosok yang masih diperdebatkan identitasnya.
Pendapat masyarakat setempat Pangeran Surawijaya Sakti adalah Maulana Ishak. Namun jika di konversi tahun hidupnya Maulana Ishak ayah Sunan Giri tentu tidak ketemu, karena Maulana Ishak sejaman dengan Pangeran Cakrabuana cucu KI Gedheng Tapa.
TD. Sujana berpendapat bahwa Pangeran Surawijaya Sakti adalah putra Prabu Wastu Kencana, sebagaimana dikatakan dalam makalah “Pelabuhan Cirebon Dahulu dan Sekarang”.
Berpendapat “Baik juru labuhan I maupun II semuanya anak Sang Prabu Wastu Kencana (Maharaja Sunda dan Galuh). (Sujana, TD, 1997, 210). Namun pendapat Sujana ini tidak diperkuat oleh silsilah yang berasal dari manuskrip kuno.         
Pendapat yang hampir mirip disampaikan oleh Sunardjo, RH Unang, “Nagari Singapura dipimpin Penguasa bernama Ki Gedeng Surawijaya Sakti saudara Ki Gedeng Sedhang Kasih, saudara Prabu Anggalarang dari Galuh“ (Sunardjo,1983,15)
Sunardjo membedakan Ki Gedeng Surawijaya Sakti dengan Ki Gedeng Sedhang Kasih, sementara CPCN mengidentikkan keduanya, Ki Gedeng Sedhang Kasih adalah nama lain Ki Gedeng Surawijaya Sakti, memperjelas hubungan kekerabatan Pangeran Jayadewata (Prabu Siliwangi) dengan Ki Gedeng Surawijaya Sakti (Ki Gedeng Sedhang Kasih).
Berikut petikan naskah CPCN:
Kala rar (y) e sang kathong yata raden menah rarasa ngaranira / sinangaskara dengan uwanira sang juru labuhan yatika ki gedheng sedhangkasih” (Acha,1986, 117)
Pada masa anak-anak, sang kathong bernama Raden Manah Rarasa, dipelihara oleh Uwaknya juru Labuhan, Ki Gedheng Sedhangkasih (acha, 1986, 155).
Untuk memperjelas siapa Ki Gedheng Sedhangkasih atau Pangeran Suwawijaya Sakti lihat Silsilah dibawah ini :


Pangeran Surawijaya Sakti diberi tugas ayahnya, Prabu Niskala Wastu Kencana membuka gerbang Kerajaan Galuh di wilayah pesisir utara bagian timur wilayah Tatar Sunda. Melihat titimangsa Prabu Niskala Wastu Kencana, perintah itu diberikan sekitar 1373 M, kemungkinan Pangeran Surawijaya Sakti melakukan survey di beberapa jalur sungai besar di wilayah itu.
Melihat Toponimi sungai-sungai yang memiliki kapasitas pelabuhan pilihannya adalah sebagai berikut :
1)                       Bengawan Cimanuk,
2)                       Bengawan Sewo,
3)                       Bengawan Celangcang
Diantara ketiganya, Sungai Cimanuklah yang paling panjang jangkauannya sampai kepedalamannya.
Sungai Bengawan Sewo hampir sama jangkauan ke pedalamannya seperti Bengawan Celancang, namun keunggulan Bengawan Celangcang didukung oleh geografis lokasinya, berada di wilayah teluk, terlindung gangguan alam, ombak dan arus.
Faktor-faktor yang tidak dimiliki ngawan Sewo dan Bengawan Cimanuk.
Pangeran Surawijaya Sakti didampingi Nyi mas Endang Saketi dan para pengawalnya membabad hutan Wanapura, pohon-pohon disekitar Bengawan Celangcang dibabad.
Pada awalnya lokasi yang dipilihnya adalah lokasi sebelah utara sungai, yang sekarang disebut Surantaka, sekarang Desa Surakarta, pusat pemerintahan yang sekarang Desa Kraton.
Pangeran Surawijaya Sakti juga membangun fasilitas-fasilitas pelayanan pelabuhan antara lain :
1)                       Bale Lebu,
2)                       Bale Dalem,
3)                       Bale Agung.
Diangtkat pejabat-pejabat yang mengurusi pelabuhan, antara lain :
1)                       Ki Jaksa,
2)                       Ki Sukmadata (Pangeran Sukmadata),
3)                       Ki Pandu,
4)                       Ki Alap-alap,
5)                       Ki Ilir.
Pangeran Surawijaya Sakti diberi gelar ayahnya, Prabu Niskala Wastu Kancana dengan nama Ki Gedheng Sedhang Kasih, yang membangun istana untuk dia dan istrinya, disebelah utara sungai, disebut Desa Keraton sampai saat ini.
Masyarakat Desa Sirnabaya merasa tidak sopan jika memanggil Ki Gedheng Sedhang Kasih dengan namanya, mereka memanggilnya dengan sebutan Bapo Gede (Kakek) dan panggilan Nyai Endang Saketi adalah Mbok Gede (Nenek).
Keberadaan Pelabuhan Muara Jati didukung daerah produsen di pedalaman. Orang yang ditugasi Prabu Niskala Wastu Kencana untuk mengelola kawasan Hinterland adalah Pangeran Giri Dewata, dikenal dengan nama Ki Gedheng Kasmaya, wilayahnya pedalaman, Kecamatan Talun, Kecamatan Plumbon dan Kecamatan  Palimanan, Nagarinya dikenal dengan nama Nagari Wanagiri,’Wana’’ berarti hutan dan ‘’giri’’ berarti gunung atau dataran tinggi. Kemungkinan pusat pemerintahannya didaerah Girinata, ‘’Giri’’ artinya gunung atau dataran tinggi, sedangkan’’ nata’’ berarti Raja atau Ratu, jadi Girinata berarti Dataran Tinggi Tempatnya Raja.
Kerajaan Wanagiri subur tanahnya, banyak komoditi yang dihasilkan seperti beras, rempah-rempah, gula , kopi, cengkeh dan lain-lain.
Produk-produk yang dihasilkan Wanagiri dan Pedalaman Galuh, Rajagaluh dan Talaga dipasarkan lewat Sungai Gangga, Sungai Kriyan dan Bengawan Celangcang. Kedua sungai itu menghubungkan kawasan pegunungan dengan pesisir.
Tokoh yang menjembatani keluar masuknya produk-produk kerajaan di pedalaman adalah Pangeran Bratalegawa, saudagar yang piawai memasarkan barang-barang dari pegunungan ke pesisir, juga eksportir dan importir, yang banyak mengundang  saudagar-saudagar asing berkunjung ke Pelabuhan Muarajati.
Bratalegawa adalah orang Galuh, adik Ki Ageng Kasmaya. Bratalegawa memiliki sahabat yang juga rekan bisnisnya, Muhammad dari Gujarat, yang memperkenalkan Islam kepadanya.
Bratalegawa menikahi putri Muhamad yang bernama Farhana binti Muhammad. Keislaman Bratalegawa semakin mantap dengan disempurnakanna rukun Islam, berhaji bersama istrinya Farhana binti Muhammad.
Bratalegawa memperoleh gelar haji Purwa Galuh atau orang Galuh pertama yang menunaikan ibadah haji.
Sepulang haji, mengajak keluarganya dan kerabatnya memeluk agama islam, adalah :
1)                       Ratu Banowati, adiknya namun menolak,
2)                       Ki Gedheng kasmaya, kakaknya juga menolak,
3)                       Ki Gedheng Sedhang Kasih, juga menolak
Kegagalan dakwah Bratalegawa tidak menyurutkan hubungan keluarga, tetap rukun dan saling membantu.
Pernikahan Bratalegawa dengan Farhana binti Muhammad memperoleh  putra yang beri nama Ahmad, setelah dewasa dinikahkan dengan anak rekan bisnisnya Roqayah binti Abdullah, menurunkan putri yang bernama Khadijah.
Hubungan bisnis dan kekerabatan antar bangsa yang dijalin dengan pernikahan, menyemarakan perdagangan di Pelabuhan Muarajati. Pedagang-pedagang Arab, India dan Tiongkok makin banyak yang berkunjung ke Pelabuhan Muarajati.

Silsilah Bratalegawa dan Ki Gedheng Tapa

                               
 b.1  Ki Gedheng Tapa
Ki Gedheng Tapa adalah putra dari Ki Gedheng Kasmaya Raja Wanagiri, menjabat sebagai Raja Singapura setelah Ki Gedheng Sedhang Kasih atau Ki Gedheng Surawijaya Sakti wafat.
Pernikahan Ki Gedheng Sedhang Kasih dengan Nyai Endang Saketi tidak menurunkan putra, jadi jabatan Syah Bandar Muarajati dan pemimpin pesisir timur tatar sunda diserahkan kepadanya.
Hubungan kekerabatan Ki Gedheng Tapa dengan Ki Gedheng Sedhang Kasih berasal dari ayahnya, Ki Gedheng Kasmaya, adalah adik sepupu dari Prabu Niskala Wastu Kancana, ayah Ki Gedheng Sedhang Kasih.
Ki Gedheng Tapa sudah memeluk agama Islam, dibuktikan dari bentuk batu nisan kuburannya. Mengenal Islam dari Haji Baharudin Al Jawi, pamannya.
Istri Ki Gedheng Tapa keturunan Arab bernama Siti Syarifah, karena koneksi bisnis haji Baharudin Al Jawi dengan pedagang Arab.
Versi lain mengatakan bahwa istri Ki Gedheng Tapa adalah Syarifah Halimah, kerabat dekat Syeikh Idhofi Mahdi.
Pada awal pemerintahan Ki Gedheng Tapa membangun infrastruktur berupa:
1)                       Jalan menuju Pasar Pasambangan Jati,
2)                       Kanal Condong menuju Sungai Pekik,
3)                       Kanal Cipalasa menuju Sungai Bondet,
4)                       Jalan Budiraja menuju istana di Mertasinga.
Pembangunan jalan darat menuju Pasar Pasambangan Jati agar perjalanan dari Singhapura menuju Pasar makin mudah.
Sedangkan pembuatan Kanal Condong menuju Kali Pekik memudahkan pedagang yang akan menuju Pasar Pasambangan Jati melalui jalur laut, juga para pedagang dari manca (Luar negeri) bisa langsung mengakses ke Pasar Pasambangan Jati.
Masyarakat setempat menyebut kanal penghubung menuju Sungai Pekik dengan nama Parit. Blok atau kampung yang dilalui kanal Condong disebut Blok Parit. Fungsi Kanal Condong memudahkan mengontrol kawasan ini.
Ki Gedheng Tapa memerintahkan rakyatnya membabad hutan Mertapura untuk membangun istana keluarganya. Juga membangun Kuta (Tembok keliling) untuk membentengi istana Mertasinga. Setelah pembangunan kuta selesai, saluran Bondet dibuat sodetan yang mengelilingi istana, dinamakan Cipalasa.
‘’Ci’’ artinya air atau sungai atau kanal, ‘’palasa’’ berarti istana, Cipalasa atau Sipalasa adalah kanal yang mengelilingi istana.
Akses jalan khusus menuju pusat pemerintahan dibuat, disebut jalan Budiraja, membentang dari Pelabuhan Bengawan Celancang menuju Gerbang Siti Hinggil di Lawang Gede Siblawang. Di kanan kiri Jalan Budiraja dibuat alun-alun yang luas, dari Blok Pabean hingga Kanal Sipalasa.
Pemukiman penduduk dialokasikan disebelah barat alun-alun dan Kanal sebelah timur.
Ki Gedheng Tapa tetap memfungsikan pejabat-pejabat yang diangkat oleh Ki Gedheng Sedhang Kasih. Hanya di Kanal Condong dia mengangkat seorang perempuan yang bertugas untuk mengurusi pengangkutan barang, dikenal dengan nama Nyai Rinjing.
Dengan dilengkapinya infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik yang lebih memadai, perkembangan pelabuhan yang memiliki dua gerbang yaitu Bengawan Celangcang untuk urusan pemerintahan dan Kanal Condong untuk perdagangan.
(bersambung ..... )

No comments:

Post a Comment