JEJAK PERJALANAN
TOPENG
I.
Pendahuluan
Dalam
bahasa Cirebon wayang wong berarti wayang orang atau wayang yang diperankan
oleh manusia untuk membawakan lakon tertentu. Sedangkan Cirebonan memiliki
pengertian adalah sesuatu, orang, barang, seni, budaya, ritual atau aspek-aspek
yang khas mengenai Cirebon. Jadi wayang wong Cirebonan memiliki pengertian
bahwa wayang wong yang berasal dari tradisi orang Cirebon.
Wayang
wong Cirebonan memiliki karakter yang unik jika dibandingkan dengan wayang
orang (sebutan yang lazim digunakan di jawa) dari daerah lainnya di pulau jawa.
Kalau di Yogyakarta dan Surakarta wayang orang merupakan bentuk pengembangan
langsung dari wayang kulit purwa, sedangkan di Cirebon merupakan pengembangan
dari tari Topeng Babakan, sehingga
tidak aneh apabila wayang wong Cirebon mengenakan kedok untuk memunculkan
karakter tokohnya (bandingkan dengan wayang orang dari Yogyakarta dan Surakarta
yang umumnya menggunakan tata rias wajah).
Pada
masa lampau pagelaran tari topeng selalu
disertakan dalam pementasan wayang kulit. Malam untuk pertunjukan wayang kulit
dan siang untuk tari topeng. Sesuai dengan apa yang di tuturkan oleh ki Kandeg.
Sebagai hasil kreativitas tari topeng yang bersifat karakter type yang dikembangkan
lewat lakon dalam bentuk wayang wong, maka musik pengiringnya atau gamelan wayang
wong Cirebonan adalah gamelan Prawa seperti
halnya dengan topeng Cirebon (makalah Apresiasi Wayang Cirebon). Sedangkan tari
topeng Babakan nya disebut topeng cilik (topeng kecil). Adapun
konotasi dari makna topeng gede dan topeng cilik tidak mengacu pada ukuran
topengnya atau kedoknya tetapi lebih mengacu pada jumlah kedoknya. Topeng cilik jumlah kedok intinya da 5
wanda yaitu sesuai dengan urutan tariannya ; Panji, Pemindo (samba), Rumyang,
Tumenggung dan Ruwana (kelana), sehingga ada yang menyebutnya sebagai kedok panca wanda.
Sedangkan
untuk jumlah topeng besar jumlah topengnya sesuai dengan kebutuhan, yang
diantaranya harus memuat tokoh putri, satria, sanggan, bodor, denawa dan
binatang. Menurut Ki Sujanapriya (murid ki Kandeg) jumlah topeng gede tersebut ada 40 buah, tetapi yang berhasil beliau
identifikasikan hanya hanya 35 buah (karakter). Ke 40 buah kedok tersebut
merupakan cikal bakal dari menyebarnya perkembangan wayang wong tersebut. Kedok
tersebut selalu berpindah-pindah dari satu penari ke penari lainnya sehingga
kedok tersebut dikenal dengan nama kedok “Si
Glinding” maksudnya adalah kedok / topeng yang selalu berpindah-pindah.
Pada
masa ki Kandeg, jumlah kedok yang diciptakan oleh ki Gumer tahun 1800an
itu (kedok si glinding) sudah mulai
berkurang, karena banyak yang rusak atau hilang dan ki Kandeg sendiri sudah
mulai jarang menggunakannya. Pak Kandeg dan murid-muridnya berinisiatif membuat
sendiri kedok tersebut. Jumlah kedok yang berhasil dibuat oleh Pak Kandeg dan
murid-muridnya berjumlah 60 buah.
Menurut
pak Kandeg tidak semua rombongan topeng Cirebon mampu mengembangkan dirinya sebagai
group wayang wong, karena untuk mendirikan kelompok wayang wong dibutuhkan
investasi yang cukup besar. Ada beberapa kelompok wayang wong yang pernah
berjaya pada masa itu selain dari group wayang wong milik pak Kandeg yang ada
di desa Suraneggala Lor Kecamatan kapetakan. Adapun kelompok-kelompok tersebut
berasal dari desa Gegesik pimpinan Ki Dalang Wituk (Wita), Kebon Blimbing,
Paltuding Desa Kedawung, dan lain-lain.
Menurut
Ki Kandeg, pendiri dari wayang wong cirebonan adalah Ki Konjen atau Ki Suracampu,
kakeknya sendiri yang hidup pada awal abad XIX. Prakarsa Ki Konjen ini mendapat
perhatian serius dari Sultan Cirebon sehingga rombongan wayang wongnya sering
diminta tampil di Keraton Kasepuhan. Bahkan atas jasa-jasanya tersebut Ki Suracampu diberi gelar kebangsawanan dengan nama Ki Ngabehi
Kartawiguna. Generasi Ki Konjen ini diperkuat oleh Ki Kempung dan Ki Siwinyar
yang juga dikenal sebagai dalang wayang golek cepak dan dalang wayang kulit.
Generasi berikutnya adalah generasi ayahnya yang bernama Ki Darmarum yang
dibantu oleh Ki Kawentar, penari topeng terkemuka, ayah dari dua maestro penari
topeng Cirebon asal Palimanan,yaitu Ibu Suji dan Ibu Dasi. Adapun generasi ki
Kandeg sendiri di Dukung oleh ki Bodong,ki Karwita, ki Kamol dan nyi Arwati.
Berbeda
dengan yang disampaikan Ki Kandeg Padmijawinata, Ki Dalang Kurnadi, Ngabehi
dari Kraton Kacirebonan mengatakan bahwa wayang wong berasal dari keraton
kemudian menyebar ke kalangan masyarakat umum. Menurutnya jauh sebelum kelompok
wayang wong Ki Kandeg berdiri, di Kraton Cirebon sudah ada kelompok wayang wong
Cirebonan yang dipelopori oleh Ratu Ratna, istri Pangeran Syamsudin dari Kraton
Kanoman. Bahkan menurut beliau (Ki dalang Kurnadi) kelompok wayang yang
dipimpin oleh Ki Dalang Surma, ayahnya, sudah berdiri sejak tahun 1950 sebelum
kelompok wayang wong dari desa Suranenggala Lor berdiri. Ketika Ki Kandeg
mendirikan kelompok wayang wong, Ki Dalang dari blok Cantilan Kedawung inipun
diminta untuk membantunya.
Kelompok
wayang wong pimpinan Ki Dalang Surma ini bermarkas di Bondet, waktu itu belum
populer, group kesenian menggunakan nama kelompok atau nama sanggar. Para
seniman yang terlibat dalam kelompok wayang wong sudah banyak yang meninggal
dunia dan yang masih hidup pun rata-rata sudah berusia lanjut. Adapun nama-nama
personelnya adalah :
1.
Ki Dalang Gondol : sebagai dalang yang
bertindak menjadi wakil dari Ki Dalang Surma. Kalau Dalangnya Ki Surma beliau
terkadang dipercaya memerankan tokoh Baladewa atau tokoh Sanggan lainnya.
Beliau adalah anak Ki Dalang Kamur (adik Ki Surma) jadi masih keponakannya
sendiri. Beliau tinggal di Kerucuk Sukasari
2.
Ki Lenta : Tinggal di Pejaten Cicalung Kota Cirebon.
Beliau adalah seorang bodor. Tokoh wayang yang diperankannya adalah semar atau
gareng, terkadang juga bertindak sebagai penambuh gamelan atau panjak.
3.
Ki Kadani : Anak dari
Ki Lenta bertindak sebagai panjak terkadang dipercaya memerankan tokoh sanggan
bahkan ia pun kerap dipercaya sebagai dalang wayang kulit.
4.
Ki Maktub : Berperan
sebagai sencaki dan bisa bertindak sebagai penambuh gamelan. Tinggal di
sukasari.
5.
Ki Ceblok : Menantu Ki
Dalang Jaswadi tinggal di Pejaten Cicalung Kota Cirebon. Selain sebagai
penambuh gamelan ia pun sering berperan sebagai Bagong.
6.
Ki Kalim : cucu dari Ki Dalang Jaswadi, bertindak
sebagai penambuh gamelan dan berperan sebagai tokoh punawakawan Cungkring.
Tinggal di penggung dan dikenal juga sebagai dalang wayang kulit.
7.
Nyi Tisna : Memerankan
tokoh Kresna atau jenis Satria Wanda
ladak lainnya. Beliau tinggal di desa Mayung.
8.
Ki Warcita : Beliau anak
dari Nyi Trisna dan tinggal di desa Setupatok / Banjar. Tokoh yang sering diperankannya
adalah Bhima.
9.
Nyi Rumila : berasal dari
Blok Paltuding desa Kedawung dan menetap di Sigendeng Jl. Dr. Cipto
Mangunkusumo Kota Cirebon. Selain memerankan tokoh Rodea beliaupun seorang
penari topeng.
10. Nyi
Marong : Beliau pun seorang penari topeng tokoh yang
sering diperankannya adalah tokoh sanggan.
11. Ki
Jaya : Anak dari Ki Dalang Surma beliau adalah
seorang dalang topeng / penari topeng. Ia adalah pemain serba bisa mulai dari
memerankan tokoh satria, sanggan, denawa, binatang, bodor dan juga bisa menabuh
gamelan. Sampai sekarang beliau tinggal di desa Kertasura Kapetakan (meninggal
dunia bulan April 2006).
12. Ki
Satar : berasal dari desa Gegesik, beliau adalah
pemeran tokoh pendeta kontroversial, yaitu Penembahan Sokalima.
Kelompok
kesenian wayang wong Ki Dalang Surma ini sangat populer pada tahun 1955. Selain
di berbagai acara ritual tahunan seperti Lelumban
atau Nadran di Bandengan, Mundu, Gebang,
Citemu, Eretan dan Selametan Prapatan Paltuding di Kedawung. Strategi marketing
yang populer pada masa itu adalah melakukan Bebarang
atau ngamen di berbagai pelosok daerah. Paket yang ditawarkannya pun cukup
akomodatif, mulai dari pertunjukan topeng
Babakan (panca wanda) 1 jam atau pertunjukan wayang wong paket 3 jam siang
hari, terkadang juga mendapat order untuk menampilkan paket tari topeng siang
hari dan malam harinya untuk wayang wong.
Selain kelompok
wayang wong yang ada di Bondet tersebut, Ki Dalang Kurnadi pun masih ingat
bahwa di Blok Gambuan Jamblang ada juga group kesenian wayang wong yang
dipimpin oleh Ki Dalang Cita Janapriya. Kelompok ini didukung oleh para dalang
wayang kulit dan dalang topeng sebagai pemainnya. Mereka adalah Ki Dalang
Suwarta, Ki Dalang Abyor, Ki Dalang Wari, Ki Dalang Akir, Ki Dalang Nasma, Nyi
Dalang Tarul, Ki Dalang Atma, Ki Dalang Asma, Ki Dalang Mubyar, Ki Dalang
Sandrut, Ki Dalang Bulus, Ki Dalang Kadiya, Nyi Marong, dan Ki Dalang Arma.
Menurut ingatan dari Ki Dalang Kurnadi, kelompok wayang wong dari Jamblang ini
pernah berjaya pada jaman Belanda akhir ( sekitar tahun 1940 -1950). Waktu itu
beliau diajak oleh Ki Dalang Arma pamannya dari desa Kalideres.
Kiprah terakhir
dari adik maestro ukir kayu Ki Kamad ini dalam pentas wayang wong adalah
bergabung dengan sanggar wayang wong kraton kacerbonan tahun 1975. Waktu itu Ki
Dalang Kurnadi bertindak sebagai Dalangnya atau tukang Nrektek, para pemainnya kebanyakan dari kalangan wargi
Kraton Cirebon, mereka diantaranya adalah :
1.
P. Panji Prawirakusuma : yang
berperan sebagai satria alus (wanda alep)
peran khusus sering dimainkan adalah prabu Arjuna Sasrabahu.
2.
Ratu Arum Dewi : Putri dari
Sultan Amir Natadiningrat. Beliau memerankan tokoh kresna atau satria wanda ladak lainnya.
3.
Ratu Cahya Sumirat : Putri
dari Sultan Amir Natadiningrat, yang sering memerankan tokoh Gatotkaca.
4.
Ratu Ade : Adik dari Pangeran Agus Joni dari Keraton
Kanoman, membawakan peran Arjuna.
5.
Ratu Popi : Putri
Pangeran Yusuf Dendabrata yang merupakan Sri Panggung atau anak wayang utama
dari group ini, memerankan tokoh Arjuna.
6.
Ratu Beda : Putri
dari Pangeran Ibrahim yang membawakan peran ponggawa.
7.
Elang Heri Komarahadi : pada
waktu itu masih sangat belia, namun sudah diberi kepercayaan menjadi pemeran
Sokasrana.
Rombongan
Kraton Kacirebonan ini prestasinya cukup membanggakan baik di wilayah
cirebonnya sendiri maupun ke luar Cirebon sering tampil seperti di Taman Mini
Indonesia Indah dan Gedung Kesenian di Bandung. Rupanya kelompok kesenian
wayang wong Kraton Kacerbonan ini adalah yang terakhir bertahan sebab
sesudahnya tidak terdengar lagi berita-berita mengenai wayang wong Cirebonan.
Sejak
Ki Konjen atau Ki Suracampu atau kalau menurut ki Jana dari Bedulan, Ki Gumer
yang pada generasi terakhir kelompok wayang wong dari Kraton Kacirebonan telah
memberikan kontribusi yang besar bagai identitas kebudayaan Cirebon, kalau
melihat latar belakang pemainnya yang berasal dari berbagai daerah dipelosok
Cirebon serta memiliki disiplin keahlian yang berbeda-beda maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Wayang Wong Cirebonan telah digarap secara profesional oleh
ahli-ahli dibidangnya sehingga sangatlah pantas apabila pernah berjaya di
pentas kesenian nasional.
Walaupun
telah dinyatakan terancam punah pada tahun 1985 pada Pekan Wayang Cirebon di
pasar Seni Ancol, upaya untuk merekonstruksi dan merevitalisasikannya belum
begitu terlambat. Masih ada seniman yang tersisa yang begitu bersemangat ketika
diminta menceritakan kehebatan masa lalu wayang wong Cirebon. Mereka tidak
segan-segan berbicara lantang sambil berdiri bahkan sambil mempraktekan
beberapa gerakan tariannya, penulis merasa terharu dengan pemandangan ini,
karena tidak bisa berbuat apa-apa tetapi masih sedikit beruntung sebab masih
diberi kesempatan untuk melihat detik-detik terakhir dari para legenda yang
tersisa ini bercerita tentang wayang wong Cirebonan. Sebentar lagi mereka akan
pergi maka lengkaplah sudah kepunahan wayang wong cirebonan yang luput dari
perhatian pemerintah Cirebon. Mungkin ini pemandangan yang sudah terlalu biasa
“wallahu a’lam bishawab”.
BERSAMBUNG...
BERSAMBUNG...
No comments:
Post a Comment